Twitter
RSS

Hidup, Persaingan dan Perjuangan.

Hidup, Persaingan dan Perjuangan


                Hidup ini tak pernah lepas dari kompetisi. Karena sadar atau tidak, setiap manusia memiliki kecenderungan untuk menjadi ‘lebih’ atau ‘paling’ atas segala aspek yang ada. Dalam segi ekonomi, ingin jadi yang terkaya. Dalam segi prestasi, ingin jadi yang pertama. Bahkan dalam pesona diri, ingin jadi yang tercinta!
Ada kompetisi tentu karena ada persaingan. Ada persaingan tentu karena ada yang diperebutkan. Dan tentu saja, apa yang diperebutkan adalah sesuatu yang sangat berharga. Maka wajar apabila sesuatu yang berharga ini didapatkan dengan perjuangan.
Kompetisi itu ada dua macam: sosial dan pribadi. Artinya begini, suatu persaingan yang melibatkan orang lain sebagai rival persaingan adalah kompetisi sosial, sedangkan yang tidak melibatkan orang lain adalah kompetisi pribadi. Kompetisi sosial biasanya sering dijumpai dengan sadar dan terbuka. Apresiasi dari kompetisi ini biasanya berbentuk prestise dan prestasi yang diberikan oleh masyarakat. Tak ayal ada juga hadiah yang diberikan. Namun lain halnya dengan kompetisi pribadi. Dalam kompetisi ini, karena tidak ada rival, sering kali pemain tidak sadar bahwa sedang berkompetisi. Di sisi lain, apresiasi yang didapat hanya rasa ‘puas’ yang berasal dari diri sendiri. Itu pun jika pemainnya cukup sadar. Pada hakikatnya, kompetisi pribadi adalah kompetisi untuk mengalahkan diri sendiri. Melampaui hambatan yang menjadi batasan dalam mencapai mimpi, seperti malas, pesimis, dan negative thinking.
Kuncinya Pada Diri Sendiri
Adalah wajar apabila segala hal yang besar dimulai dari hal yang kecil. Seseorang tidak akan bisa mengangkat beban 20kg jika belum dapat mengangkat beban 10kg; tidak akan mempunyai rumah megah bila tidak diawali dengan batu kecil sebagai pondasinya; tidak akan bisa membuat kain jika tidak dimulai dengan menyulam benang. Pun demikian dalam kompetisi.
Kompetisi sosial tidak akan dimenangkan manakala masih ditemukannya kekalahan dalam kompetisi pribadi. Maka dari itu, sebelum mengalahkan orang lain, terlebih dahulu kalahkan diri sendiri.
Contoh sederhana bisa diambil dari kelas belajar. Di mana masing-masing pelajar bersaing untuk mendapatkan ranking pertama. Dalam hal ini, kaum pesimistis berpendapat bahwa peringkat pertama akan sulit didapatkan karena teman-teman yang lain ‘dipercaya’ lebih pintar darinya. Padahal secara teoritis, pelajar satu dengan pelajar lainnya adalah sama. Belajar di sekolah yang sama, di kelas yang sama, dengan guru yang sama, dengan buku yang sama, dengan fasilitas yang sama. Dari segi biologis pun kurang lebih sama. Lantas apa yang menyebabkan perbedan peringkat di kelas? Ya, jawabannya ada pada masing-masing pribadi.
Masalahnya bukan terletak pada pintar atau bodoh, tetapi rajin atau malas.
Masalahnya bukan terletak pada bisa atau tidak, melainkan mau atau tidak.
Jika mendapatkan nilai ulangan jelek, itu bukan karena orang lain mendapatkan nilai yang bagus. Namun hal itu karena kita belum berusaha maksimal untuk mendapatkan nilai yang bagus.
Ibarat pedang kita kalah tajam saat beradu, itu bukan karena pedang lawan sangat tajam. Melainkan pedang kita yang tidak tajam dan belum optimal mengasahnya agar lebih tajam.
Kesungguhan dalam perjuangan dapat dilihat dari sejauh mana usaha yang dilakukan untuk mengalahkan diri sendiri. Bagaimana usaha untuk menjadi pintar dan bisa dengan melewati batasan-batasan kemampuan diri yang ada. Itulah makna sejati kompetisi pribadi.
Mimpi menjulang haruslah diimbangi dengan usaha gemilang. Karena yang menentukan tinggi-rendah dan besar-kecil ukuran kita adalah kita sendiri, tidak ada hubungannya dengan tinggi-rendah dan besar-kecil ukuran orang lain.
Bahwasannya setiap manusia memiliki neraca hitungnya masing-masing. Tinggal bagaimana kita saja menetapkan skala angka di neraca tersebut.
Pada akhirnya semua bermuara pada tiap pribadi, akankah berubah atau tetap begini.
Yang pasti, hidup ini berisi pilihan-pilihan dan berlalu sangat singkat. Maka apakah kita akan membiarkan hidup yang singkat ini diisi dengan pilihan-pilihan kekalahan?

Comments (0)

Posting Komentar